
Bekasi – Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menyebutkan pengerjaan depo kereta api ringan (ligh rail transit/LRT) di Kelurahan Jatimulya, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi diproyeksikan bakal molor tiga bulan. Padahal, target pembangunan dimulai Maret 2018 di lahan 12 hektar.
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kemenhub, Jumardi mengatakan, target itu meleset karena adanya beberapa kendala tekhnis dalam pembangunan depo LRT di Bekasi. ”Tapi kami target pertengahan Juni, pembangunan depo sudah dimulai,” ujarnya, Minggu (15/4/2018).
Menurutnya, penyebab utamanya keterlambatan ini karena adanya penolakan warga di wilayah setempat. Pada awal April 2018, Kantor Pertanahan Kabupaten Bekasi telah mendata ada sekitar 160 bidang lahan milik negara yang dihuni penduduk sekitar.
Meski demikian, kata dia, pemerintah bakal tetap mengganti rugi bangunan milik warga. Hal ini sebagaimana diatur dalam UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Guna Kepentingan Umum. Karena lahan negara, diganti bangunan dan tumbuhan saja.
Dia juga berjanji, bakal mengadakan mediasi dengan warga setempat, asalkan pihak yang bersangkutan merasa keberatan dengan proses ganti rugi bangunannya. Mulai Kamis (12/4) lalu, Kantor Pertanahan Kabupaten Bekasi telah mengumumkan lahan yang bakal terkena dampak pembangunan depo.
Bila tidak ada komplain dari warga selama 14 hari masa kerja, maka proses ganti rugi akan diteruskan ke tim appraisal. Tim independen ini bakal menghitung nilai ganti rugi yang diperoleh warga, seperti bangunan, lahan, tumbuhan, kenyamanan dan sebagainya.
Jumardi menjelaskan, jumlah kebutuhan lahan untuk pembangunan LRT di wilayah Jakarta, Bogor, Bekasi mencapai 60 hektar dengan nilai pengadaan tanah sekitar Rp1,9 triliun. Dana sebanyak itu, diperoleh dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Di daerah Jatimulya, kata dia, pemerintah membutuhkan lahan sekitar 12 hektar untuk lintasan dan depo LRT. Enam hektar di antaranya lahan milik PT Adhi Karya (Persero) Tbk, namun dikuasai oleh 300 Kepala Keluarga (KK). Sedangkan, lima hektar lagi milik Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Berdasarkan catatannya, progres pembangunan LRT secara total sampai April 2018 telah mencapai 36%. Rinciannya, lintas pelayanan I Cawang-Cibubur mencapai 59%; lintas pelayanan II Cawang-Dukuh Atas mencapai 19% dan lintas pelayanan III Cawang-Bekasi Timur mencapai 36%.
Apalagi, proyek senilai Rp31 triliun ini bakal dioperasikan pada 31 Mei 2019 mendatang. Dana yang dikucurkan bukan diperoleh dari APBN saja, tapi dari pinjaman yang dilakukan oleh PT Kereta Api Indonesia (KAI) sebagai operator kereta. Dari nilai itu, pemerintah menyuntikkan dana penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp7,6 triliun dan sisanya dicarikan dari pinjaman.
Sementara, PT Adhi Persada Properti menilai, adanya warga yang menempati lahan proyek pembangunan depo kereta api ringan memicu keterlambatan progres pembangunan. Padahal sosialisasi sudah dilakukan oleh Kemenhub dan Kantor Pertanahan Kabupaten Bekasi.
”Saat ini sedang dalam proses penyiapan lahan. Adanya beberapa warga yang menempati lahan tersebut, membuat progres pembangunan depo terlambat,” kata Direktur Utama PT Adhi Persada Properti, Agus Sitaba kepada wartawan