Bekasi – Calon Wali Kota Bekasi nomor urut 2 Nur Supriyanto mempertanyakan masalah izin pendirian gereja yang terjadi di masa pemerintahan Rahmat Effendi.
“Pengalaman saya berkeliling, di utara masih menyisakan konflik sosial soal Santa Clara. Kemudian di Jatisampurna dan di Bantargebang masih menyisakan soal Ciketing,” ujar Nur dalam debat publik di Bekasi, Jawa Barat, Rabu (11/4/2018).
Berdasarkan data yang dipegang Nur, saat menjabat Wali Kota Bekasi, Rahmat sempat merelakan kepalanya ditembak jika pembangunan gereja tidak selesai.
“Saya ingin Bekasi ini menjadi kota yang aman, nyaman, dan jauh dari isu SARA. ketika saya jadi wali kota, ini akan saya selesaikan,” kata Nur disambut tepuk tangan para pendukung.
Pertanyaan Nur tersebut dijawab Rahmat. Menurutnya, kepala daerah harus tegas dalam menentukan problematika, salah satunya isu pendirian rumah ibadah.
“Saat terjadi konflik perbedaan keyakinan di Jatisampurna, saya tanya kepada Ustadz Syaikhu, apa yang harus saya lakukan dalam konteks sebagai kepala daerah. Saya lakukan sesuai ketentuan, aturan, dan norma yang berlaku, selesai. Kepala daerah harus bisa berdiri di semua kaki umat,” ucap Rahmat disambut riuh pendukung.
Ia mengatakan, pernyataannya soal kerelaan kepalanya ditembak, sudah dipotong. “Kalau kami tidak konsisten (sebagai pemimpin) dan tidak punya komitmen bagaimana kota Bekasi ini kami bangun dari pluralisme yang ada itu. Saya yakin, jika itu terjadi, KH Noer Alie akan sedih,” ujarnya.
Nur kembali menanggapi jawaban yang disampaikan Rahmat.
Ia berharap persoalan SARA seperti ini tidak muncul lagi.Debat publik ini merupakan yang pertama dari tiga kali rencana penyelenggaraan oleh KPU Kota Bekasi.
Dalam debat publik ini KPU Kota Bekasi menghadirkan tiga orang pakar, yakni Nanang Najmulmunir selaku Rektor Universitas 45 Bekasi, Direktur Bekasi Institute Abdul Somad Kaffa, Rektor Institut Bisnis Muhammadiyah Bekasi Suryatmono (triadi)