Kisruh Dana Insentif, 5 Guru Terpaksa Mengundurkan Diri

KALIMANTAN, TEROPONG INDONESIA.com – Kisruh masalah gaji guru honorer SMA/SMK di Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah mencuat lagi.

Sebelumnya, guru SMAN 1 Pangkalan Bun mengeluhkan insentif 2017 yang belum cair dalam kunjungan Gubernur Kalimantan Tengah, 14 September 2017. Kini, kisruh di SMKN 2 Kumai, terjadi justru setelah insentif cair.

Karena insentif itu, lima orang guru honorer di SMK di wilayah Desa Kubu, pesisi Teluk Kumai, terpaksa memilih mundur. Hal ini dikarenakan kepala sekolah meminta pemotongan gaji setelah insentif itu keluar.

“Intinya, kami dapat dana tambahan insentif dari provinsi. Dana ini sebenarnya bukan buat pengganti gaji kami,” kata Setiyo bersama 4 orang guru honorer lainnya kepada Kompas.com, Kamis (5/10/2017).

Menurut Setiyo, setelah memeroleh dana insentif untuk enam bulan (per bulan Rp 650.000), mereka diminta mengembalikan dana itu ke sekolah sebagai pengganti sebagian gaji mereka yang telah diberikan sekolah.

“Jadi disuruh mengembalikan separuh. Kalau tidak mau dianggap tidak bisa bekerja sama dengan dia, disuruh mengundurkan diri,” beber Mahdalena, guru lainnya.

Kepala SMKN 2 Kumai, Susiawanty menyatakan, sebelum pengajuan nama penerima insentif, ia sepakat dengan para guru honorernya. Jika insentif cair, maka gaji mereka dari sekolah dikurangi Rp 400.000.

Hal ini karena sekolah mengalami kesulitan keuangan untuk membayar gaji guru honorer. Karena sumber keuangan sekolah tak lagi sama, setelah sekolah tingkat SMA/SMK diambil alik provinsi.

Namun, ia menolak jika dianggap meminta uang insentif sebagai penggantian gaji.

“Enggak, Mas. Rekamannya memang ada katanya. Entah saya terbawa emosi. Maunya yang saya potong itu sekarang sampai Desember. Sayang dari Januari itu biarkan. Kalau kalian mau memberikan saya, saya bilang enggak masalah karena untuk honor wali kelasnya,” kata Susi.

Dalam rekaman dialog antara kelima guru honorer dengan Susiawantiy, kepala sekolah itu meminta dana lebih dahulu dikembalikan ke sekolah. Susiawantiy tidak memaksa agar seluruh dana yang diterima dikembalikan.

Namun, para guru itu menolak karena menganggap insentif yang diberikan Pemprov Kalimantan Tengah berbeda dengan gaji yang mereka terima dari sekolah.

Percakapan dalam rekaman itu menemui jalan buntu, hingga akhirnya Susi meminta mereka mengundurkan diri.

“Kalau memang begitu silakan saja. Tetapi mulai semester ini saya minta maaf kita enggak bisa kerja sama. Berarti saya harus telepon provinsi cabut nama kalian, mengundurkan diri,” kata Susi dalam rekaman itu.

Terjerat Utang

Susi mengaku, ia harus berutang untuk menggaji guru dan pegawai honorer yang berjumlah 14 orang, sejak kewenangan pengelolaan SMA/SMK dialihkan ke pemerintah provinsi. Ini karena pihaknya tak lagi mendapatkan dana dari pemerintah kabupaten.

Utang itu kini mencapai Rp 40 juta. Ia berharap bisa membayar utang dari iuran Komite Sekolah atau dana PIP (Program Indonesia Pintar) cair.

Namun, iuran komite tersendat. Sebab, orangtua siswa di sekolah tersebut rata-rata berprofesi nelayan. Mereka mengalami kesulitan ekonomi akibat musim angin barat.

Di sekolah yang terletak di Desa Kubu, Kecamatan Kumai, 30 kilometer dari Pangkalan Bun itu, ada 169 siswa dan 8 kelas. Namun, hanya terdapat 6 guru berstatus PNS di sana. Itu pun sudah termasuk dengan Susi sebagai kepala sekolah, yang masih dilibatkan mengajar di kelas.

Susi berharap, Pemprov Kalimantan Tengah memberikan tambahan guru PNS di sekolahnya.

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kotawaringin Barat, Aida Lailawati menyatakan, selama moratorium penerimaan CPNS, pihaknya kesulitan menambah guru PNS baru.

Ia mengaku memahami kesulitan pembayaran gaji guru honorer di SMKN 2 Kumai. Dulu di bawah Pemkab Kotawaringin Barat, biaya rutin sekolah dibayar pemerintah.

“Ada BOP Rp 35.000 per bulan per siswa. Kemudian BOSDA provinsi Rp 40.000 per orang per bulan. Selain itu juga dapat uang prakerin (praktik kerja industri),” ucapnya (KOMPAS.COM)

Pos terkait